Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Sabtu, 17 September 2011

Sabtu, 17 September 2011

TABAYUN DAN URGENSINYA BAGI AKTIFIS DAKWAH


Pengertian Tabayun
Kata tabayun berasal akar kata bahasa Arab: tabayyana – yatabayyanu - tabayyunan, yang berarti at-tastabbut fil-amr wat-ta’annî fih (meneliti kebenaran sesuatu dan tidak tergesa-gesa di dalamnya). Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah.” (An-Nisâ: 94).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa tabayun berarti pemahaman atau penjelasan. Dengan demikian, tabayun adalah usaha untuk memastikan dan mencari kebenaran dari sebuah informasi sehingga isinya dapat dipertanggungjawabkan.

Syekh Muhammad Sayyid ath-Thantawi mengartikan tabayun sebagai ketidaktergesaan dan kesabaran dalam semua hal sehingga mengetahui kebenaran yang disampaikan oleh orang fasik.
Menurut al-Kafawi dalam al-Kuliyyât, tabayun merupakan salah satu tingkatan dalam penalaran. Ia menyatakan bahwa sebuah ilmu dapat mencapai otak (pemahaman) melalui beberapa tingkatan: asy-syu`ûr (rasa), al-idrâk (tahu), al-hifzh (hapal), at-tadzakkur (ingat), ar-ra’y (pendapat), at-tabayyun (tahu setelah ragu) dan al-istibshar (tahu setelah berfikir).

Tabayun dalam Nash-nash Syar`i
Kata tabayun dalam teks-teks syar`i –Alquran dan Sunnah—memiliki makna yang berdekatan dengan makna bahasa (etimologi).

1. Tabayun dalam Alquran. Kata tabayun dan derivasinya disebutkan sebanyak kurang lebih 17 kali yang berkisar pada makna menjadi jelas dan carilah kejelasan. Hanya saja, bentuk kata yang disebutkan adalah berupa kata kerja (fi`il) bukan kata benda atau sifat. Contoh penyebutan kata tabayun dalam Alquran adalah firman Allah, “Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata (tabayyana) bagi mereka kebenaran.” (Al-Baqarah: 109).
Dan firman-Nya, “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan (latubayyinunnahu) isi kitab itu kepada manusia.” (Âli Imrân: 187).

2. Tabayun dalam Sunnah. Tabayun dalam Sunnah memiliki makna yang sama seperti dalam Alquran. Misalnya sabda Rasulullah saw., “

إِذَا زَنَتْ الْأَمَةُ فَتَبَيَّنَ زِنَاهَا فَلْيَجْلِدْهَا
Jika seorang budak perempuan berzina dan terbukti (menjadi jelas) perbuatannya itu, maka cambuklah dia.” (HR. Bukhari).

Urgensi dan Keutamaan Tabayun
Tabayun merupakan salah satu sikap yang sangat penting untuk selalu dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak pertikaian dan perselisihan baik dalam skala terkecil, seperti antar dua orang individu, hingga skala terbesar, seperti peperangan global, disebabkan oleh tuduhan-tuduhan tidak benar atau pemahaman keliru dalam membaca sikap pihak lain.

Di dalam Alquran, perintah melakukan tabayun secara eksplisit dinyatakan oleh Allah di dua tempat dalam Alquran, yaitu dalam surah an-Nisâ’ ayat 94 dan surah al-Hujurât ayat 6.

1. Perintah tabayun dalam surah an-Nisâ ayat 94. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Imam ath-Thabari dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini merupakan perintah kepada kaum muslimin yang melakukan jihad di jalan Allah agar tidak tergesa-gesa dalam menyerang lawannya hingga benar-benar telah jelas dan terbukti bahwa mereka adalah orang kafir dan layak untuk diperangi. Bahkan, Allah melarang membunuh seseorang yang mengaku beriman hanya karena kaum muslimin meragukan pengakuannya tersebut.

2. Perintah tabayun dalam surah al-Hujurât ayat 6. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar seseorang tidak bersegera membenarkan berita yang dibawa oleh seorang fasik hingga ia benar-benar meneliti dan mengecek kebenarannya.
Bagi seorang dai atau aktifis dakwah sifat tabayun mutlak diperlukan agar semua tindakannya tidak terjebak pada penilaian buta dan serampangan yang hanya akan menjerumuskan dia dalam kemaksiatan yang sangat besar kepada Allah dan Rasul-Nya. Itu tidak lain karena seluruh ucapan dan tindakannya akan menjadi contoh oleh masyarakat, sehingga jika penilaiannya yang buruk dan salah itu tersebar maka ia akan menanggung seluruh beban dosa akibat perbuatannya tersebut.
Selain urgensitas di atas, tabayun juga memiliki beberapa keutamaan lain, diantaranya adalah:
1. Menjaga jiwa dan harta manusia.
2. Petanda kematangan akal dan cara berfikir.
3. Menjaga kehormatan dan ketentraman masyarakat dari keputusan yang tergesa-gesa dan tanpa didasarkan pada studi dan penelitian.
4. Menumbuhkan rasa percaya diri.
5. Menjauhkan keraguan serta bisikan dan tipu daya setan.
6. Mengokohkan bangunan sistem amal jama`i.

Penghalang Tabayun
Meskipun begitu penting nilai tabayun dalam diri seseorang tapi masih saja kita sering menemukan kebusukan yang tercium dari mulut yang tergesa-gesa dan tidak mencermati informasi yang datang dari sumber yang bersih dan valid. Di dalam Alquran, setelah menjelaskan pentingnya bertabayun dari berita yang diterima dari orang fasik, Allah `azza wa jalla lalu memperingatkan kaum muslimin dengan berbagai sifat buruk yang diakibatkan oleh informasi sampah itu. Sikap-sikap negatif tersebut dibagi menjadi dua: sifat tercela yang diungkapkan secara terang-terangan di hadapan orang yang dicela --yaitu as-sukhriyyah (mengolok-olok) dan at-tanâbuz bil-alqâb (memanggil dengan gelar yang buruk)—dan sifat tercela yang diungkapkan di belakang orang yang dicela –yaitu sû’uz-zhann (berprasangka buruk), at-tajassus (mencari-cari kesalahan) dan al-ghîbah (menggunjing)--.

Banyak hal yang menyebabkan seseorang tidak melakukan tabayun dan klarifikasi, diantaranya adalah sikap egois dan merasa sudah memahami berita dengan benar, sombong dan merasa lebih tinggi dari sumber klarifikasi, malas untuk mencari kebenaran dan lain sebagainya. Namun, ada sifat lain yang kadang menghalangi seseorang yang aktif dalam dunia dakwah untuk melakukan tabayun, yaitu rasa `athifiyyah (emosionalitas) terhadap sesama aktifis dakwah.

Seorang aktifis dakwah sudah barang tentu akan memiliki rasa emosionalitas yang lebih terhadap saudaranya sesama aktifis dakwah dibandingkan dengan orang lain di luar dunia dakwahnya. Meskipun hal ini sangat penting dan perlu terus ditumbuhkan hanya saja jangan sampai hal itu membuatnya menjadi buta dan menerima begitu saja semua informasi yang diterima dari saudaranya tersebut. Sikap berlebihan inilah yang tidak jarang mengakibatkan sikap tabayun itu menjadi tersisihkan bahkan kadang hilang sama sekali, sehingga ia akan menerima apapun jenis informasi yang diterima dari sesama aktifis tanpa memfilter, mengkros-cek dan menimbang lebih dalam. Namun, ini tidak berarti kita tidak perlu membedakan antara informasi yang diterima dari sesama aktifis dan informasi yang diterima dari luar. Justru, kita tetap menilai bahwa informasi dari sesama aktifis dakwah tentu memiliki nilai kepercayaan lebih tinggi, tapi hal itu tidak boleh dijadikan sebagai harga mati dan kepercayaan buta sehingga menutup pintu untuk melakukan tabayun.

Sebagai contoh, dalam perang Hunain (8 H), Rasulullah saw. memberikan para pembesar Quraisy ghanimah yang sangat banyak tapi tidak memberi sedikit pun untuk kaum Anshar. Karena cukup kecewa dengan pembagian itu, maka mereka meminta Sa`ad bin Ubadah untuk bertanya kepada beliau. Beliau lalu berkata kepadanya, “Bagaimana sikapmu, wahai Sa`ad?” Ia menjawab, “Aku bersama mereka, wahai Rasulullah.” Lalu beliau menyuruh Sa`ad untuk mengumpulkan seluruh kaumnya. Setelah itu beliau mendatangi mereka dan berkata, “Wahai Anshar, apakah kalian tidak rela membiarkan mereka pulang dengan seluruh ghanimah itu sementara kalian pulang dengan membawa Rasulullah?” Mendengar itu mereka menangis dan menjadi rela dengan semua keputusan beliau. Dalam kisah ini, terlihat bahwa Rasulullah saw. tetap mencari informasi ke sumbernya meskipun beliau telah mendapatkan sebagian informasi itu dari Sa`ad yang merupakan salah seorang sahabat terbaiknya serta merupakan pembesar kaum Anshar dan bagian dari pihak yang merasa kecewa. Di sini, Rasulullah saw. ingin memberikan pelajaran berharga agar kita tidak tergesa-gesa dalam memberikan keputusan demi menjaga keutuhan umat.

Tabayun dalam Kerangka Dakwah
Kehidupan berdakwah merupakan sebuah wilayah interaksi yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan kehidupan umum dalam masyarakat. Seorang aktifis akan diikat dengan nilai dan etika tambahan yang dituntut untuk dipatuhi berkaitan dalam kerangka hak dan kewajibannya dalam gerakan itu. Baik qaid maupun jundi memiliki jalinan kuat yang saling mengisi dan melengkapi. Di dalam surah al-Hujurât, Allah SWT secara gamblang menjelaskan hubungan-hubungan itu.
Menurut as-syahid Sayyid Qutub, nidâ’ (seruan) pertama dalam surah al-Hujurât adalah perintah untuk menjadikan qiyadah sebagi sumber petunjuk dan perintah. Kemudian, seruan kedua dalam surah itu merupakan perintah untuk mengikuti adab dan tata cara berinteraksi dengan qiyadah. Sedangkan dalam seruan ketiga, Allah ingin mengajarkan bagaimana cara menerima dan mengambil sebuah informasi, yaitu dengan berhati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam penerimaan info tersebut. Karena tidak semua berita datang dari sumber yang valid.

Tabayun adalah salah satu instrumen dakwah terbaik dalam menjaga persatuan dan terlaksananya amal jam’i secara utuh demi tercapainya kemakmuran umat dalam naungan ridha Allah. Oleh karena itu, memiliki sifat ini adalah sebuah keniscayaan dan keharusan bagi seorang aktifis dakwah. Dengan tabayun, kita akan diajarkan bagaimana bersikap hati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan atau menghukumi sebuah persoalan tertentu. Kita pun akan dididik untuk membiasakan meminta pendapat dan nasehat dari rekan atau qiyadah dalam kerangka menjaga keutuhan jamaah.

Selain itu, ada hal yang sangat penting yang dapat dipetik oleh aktifis dakwah jika benar-benar mempraktekkan nilai-nilai tabayun ini, yaitu ats-tsiqah bil-qiyâdah wal jamâ`ah (yakin dengan keputusan qiyadah dan jamaah) terutama dalam era keterbukaan saat ini. Informasi bisa datang dari berbagai sumber bahkan terlihat “berserakan” dimana-mana. Disinilah aktifis dakwah sejati dituntut menunjukkan kematangannya dalam tarbiyah. Seorang jundi tarbawi harus mampu mesterilisasi dan memastikan kebenaran sebuah informasi sebelum keluar dari mulut dan hatinya yang bersih yang kemudian akan dikonsumsi oleh orang lain. Jika ia mendapati sebuah berita miring tentang jamaahnya maka sikap pertama yang harus dilakukan adalah husnuzzhan, lalu diikuti dengan tabayun kepada sumber dan kanal informasi yang bersih dan terpercaya.

Seorang aktifis dakwah harus berusaha untuk bersikap tabayun dalam berbagai hal apalagi jika informasi yang ia miliki tentang permasalahan tertentu masih sepotong-sepotong dan tidak lengkap. Ini untuk menjaga keutuhan jamaah dan menjaga perjalanan dakwah hingga mencapai tujuannya. Selain itu, sikap tabayun dapat menjaga keutuhan kaum muslimin secara umum dan menjauhkan mereka dari pertikaian serta perselisihan yang hanya akan membuat tubuh umat Islam semakin lemah. Sikap tabayun sangat diperlukan terutama di masa modern saat ini yang telah berkembang di dalamnya sarana telekomunikasi dan transportasi yang menyebabkan dunia berubah menjadi sebuah desa yang kecil dengan begitu cepatnya tersebarnya sebuah informasi ke seluruh elemen masyarakat.

Dengan demikian, tabayun merupakan salah satu sifat dan karakter penting bagi aktifis dakwah dan tarbiyah. Ia harus mampu memindahkan nilai-nilai tabayun dari ranah verbal ke ranah amalan nyata. Amal jama’i yang kita bangun bersama tidak dapat berjalan mulus bahkan mungkin dapat hancur berkeping-keping jika seorang aktifis dakwah tidak berhati-hati dan melakukan tabayun dalam semua urusannya. Pengelolaan informasi yang baik akan menciptakan struktur jamaah yang kuat dan menghasilkan pribadi-pribadi dakwah yang bersih dan saleh. Hadânallahu wa iyyakum ajma`în.

Jumat, 02 September 2011

Jumat, 02 September 2011

Syetan Merapatkan Barisan, Siap Kembali Menyerang


Konon, para syetan menggelar rapat di hari terakhir Ramadhan. Masih dalam kondisi terbelenggu, mereka melakukan konsolidasi menjelang dimulainya lagi operasi penyesatan yang akan berlangsung sebelas bulan.

“Ini adalah hari terakhir kita dibelenggu. Besuk kita akan terbebas untuk kembali menyerang orang-orang Islam. Selama satu bulan ini, mereka telah ditempa dengan tarbiyah Ilahiyah. Mungkin mereka akan menjadi lebih kuat. Mungkin mereka telah berubah laksana kepompong yang menjadi kupu-kupu indah. Namun kita tak boleh kalah. Kita tak boleh menyerah. Karena itu, kemukakan pendapat kalian,” Sang Jenderal syetan memulai rapat dan meminta pasukannya menyampaikan pendapat.

“Jenderal…,” pekik salah satu syetan, “kita semua di sini menjadi sangat kurus karena satu bulan dibelenggu. Kita tidak bisa makan bersama orang-orang yang makan tanpa berdoa, lalu kita menumpangi mereka.kita tak bisa ikut bersetubuh bersama orang yang berzina maupun suami istri yang melakukannya tanpa adab dan doa. Karenanya harus ada peningkatan semangat penyesatan. Sebagai manifestasi balas dendam dan ganti rugi kita selama sebulan.”

“Baik! Itu tambahan motivasi bagi kita. Adakah yang memiliki strategi baru atau usulan langkah teknis?” Sang Jenderal merespon usulan pasukannya itu.

“Saya, Jenderal!” kata syetan yang lain.
“Silahkan”
“Memang benar ada orang-orang yang nantinya berubah. Memang benar ada orang-orang yang berhasil bertahan dalam istiqamah. Ramadhan bagi mereka benar-benar menjadi barakah. Namun jumlahnya tidak banyak. Kita tak perlu khawatir, karena manusia yang tidak seperti itu jumlahnya jauh lebih banyak. Mereka hanya hebat di bulan Ramadhan. Hanya manusia ramadhani, bukan manusia rabbani. Karenanya, mereka akan mudah kita goda. Bahkan sejak hari pertama Ramadhan berlalu. Lihatlah nanti. Kata-kata saya pasti terbukti. Di hari pertama, akan saya giring orang-orang untuk berhari raya dengan pesta pora dan foya-foya. Akan saya bisikkan bahwa hari raya adalah hari kebebasan dari beban sebulan. Maka mereka akan merayakan Idul Fitri dengan musik, nyanyian dan bergoyang. Meskipun selama sebulan saya dan tim dibelenggu, hipnotis saya selama sebelas bulan telah mendarah daging. Dan saya mendengar manusia-manusia tipe ini hari ini telah menyiapkan tempat, menyebar publikasi, mendirikan panggung, mengundang artis, dan sebagainya. Hari pertama syawal mereka langsung akan bermaksiat. Artisnya bernyanyi dengan pakaian ketat. Musiknya berdendang dengan nada syahwat. Penontonnya akan terbius dalam imajinasi sesat. Ini bukan hanya kemenangan tim saya. Tapi kemenangan syetan seluruhnya!”

Tepuk tangan mengiringi pidato yang berapi-api ini. Wajah sang Jenderal tampak puas. Ia ingin mengomentari, tapi sebelum keluar sepatah kata. Syetan lain telah mendahuluinya.

“Saya juga telah menyiapkan rencana, Jenderal! Rencana ini tidak kalah destruktif dari rencana saudara kita tadi. Saya dan tim telah siap untuk menghidupkan kembali pos-pos kemaksiatan yang selama sebulan ini ditutup; lokalisasi, tempat-tempat judi, bar-bar, tempat karaoke, panti pijat plus, dan sejenisnya. Akan kita tanamkan kepada para pengelola agar mereka segera membuka tempat bisnisnya. Kalau tidak, tentu kerugian besar akan mereka alami dan itu berbahaya. Kalaupun pihak berwenang seakan-akan tidak mau mengizinkan, kita akan bisikkan kepada mereka untuk memberikan THR sebagai suap yang tidak kentara. Kita juga akan bisikkan pula kepada pihak berwenang agar membuka. Bukankah THR sudah diterima, dan kalau tetap ditutup dapat dari mana mereka tambahan penghasilan sebanyak itu? Tidak cukup itu. Dengan alasan yang sama, ekonomi, kita juga akan membisikkan pada para wanita yang menjajakan dirinya untuk kembali bekerja. Atau mereka hanya menjadi miskin di desa. Kalau perlu, kita bisikkan agar mereka menjadi agen kita. Turut merayu wanita lain melakukan pekerjaan yang sama. Lalu kepada para tamu, pelanggan, customer, atau apapun namanya, kita hembuskan hawa kerinduan kepada mereka. Kita bisikkan bahwa di bulan Syawal mereka telah bebas. Tentu ini juga kemenangan syetan seluruhnya!” syetan itu menutup pidatonya dengan kalimat yang hampir sama seperti pendahulunya. Tepuk tangan yang lebih meriah menggema.

“Dari tim kami, Jenderal,” lagi-lagi, sebelum sang jenderal menanggapi, syetan lain telah angkat bicara. Tampaknya mereka diliputi semangat baru dan antusiasme yang menggebu.

“Tim kami merencanakan sesuatu. Mungkin efeknya tidak sedestruktif tim I dan tim II. Tapi sasaran kami adalah orang-orang Islam yang kualitasnya di atas sebelumnya,” tampaknya intro syetan ini sangat menarik bagi sang jenderal.

“Bagaimana itu? Jelaskan! Jelaskan”
“Begini Jenderal. Kalau sasaran tim I dan tim II itu memang orang-orang yang sebelumnya ahli maksiat. Mereka berhenti bermaksiat di bulan Ramadhan terpaksa. Terpaksa oleh lingkungan. Terpaksa oleh suasana religi. Terpaksa oleh kesempatan. Mereka terkekang. Nafsu mereka terakumulasi dalam ruang kecil yang tekanannya makin hari makin besar. Begitu disulut di awal Syawal, mereka pun meledak. Sangat mudah menjadi bermaksiat dengan kemaksiatan yang lebih besar.”

“Penjelasanmu cukup ilmiah. Lanjutkan!”
“Bukan berarti kami menganggap kerja tim I dan tim II ringan. Tentu saja itu kerja bagus, Jenderal. Kami ikut mengapresiasi. Namun kami akan menyasar orang-orang yang bukan ahli maksiat. Bisa orang biasa. Bisa pula orang yang sangat shalih selama Ramadhan. Langkah kami begini. Pertama, pada waktu hari raya kami akan menggoda mereka agar berlebih-lebihan, terutama dalam hal makanan dan pengeluaran. Mereka akan banyak makan hingga kesabaran berpuasa selama satu bulan seakan tak lagi ada. Apalagi jika mereka berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lain seperti orang Indonesia yang halal bi halal. Mereka jadi banyak makan, bisa-bisa sampai kekenyangan. Ini jadi jebakan pertama. Efeknya, mereka akan malas beribadah. Apalagi kalau kami menanamkan bahwa silaturahim itu penting, shalat bisa ditunda. Waktunya panjang. Jadilah mereka berbeda dengan diri mereka saat Ramadhan. Dalam pengeluaran, mereka akan kami bisikkan bahwa di hari raya memang perlu royal. Kalau sudah begitu, mereka bisa cepat kehilangan banyak uang. Bahkan kekurangan. Sebagiannya akan terpaksa terjerat hutang. Lalu berefek pada ekonomi haram.

Tidak hanya berhenti di situ, salah satu detasemen khusus dalam tim kami juga akan menggoda orang-orang agar menganggap bahwa ibadah yang sungguh-sungguh efektif dilakukan di bulan Ramadhan. Di bulan yang lain biasa-biasa saja. Sungguh-sungguh lagi di bulan Ramadhan tahun berikutnya. Tentu akan kami kerahkan seluruh rayuan dan alasan. Akan kita sibukkan mereka dengan pekerjaan, istri, anak, dan seterusnya.” Tepuk tangan lebih gempita lagi mengiringi selesainya orasi tim III ini.

“Tim IV akan bekerja dalam domain harta dan kekuasaan. Selama Ramadhan, banyak orang yang tidak mau korupsi atau berbohong karena khawatir puasanya batal. Kita akan bisikkan bahwa alasan mereka sudah berakhir. Mereka sudah tak puasa dan semestinya mereka tidak sungkan-sungkan lagi untuk korupsi. Masalah taubat akan kita hembuskan, bahwa itu dilakukan nanti saat Ramadhan lagi…

Demikian seterusnya, seluruh tim menjelaskan rencananya untuk menggoda manusia, dari ahli maksiat hingga orang-orang shalih yang hebat. Dari rakyat jelata hingga penguasa. Dari orang miskin hingga yang kaya raya.

Rapat itu ditutup dengan kesimpulan dari sang jenderal. “Segala rencana ini akan berhasil jika secepatnya kita melakukan 5 A: Action, Action, Action, Action, dan Action!”

***

Cerita di atas hanyalah ilustrasi. Namun, demikianlah esensinya. Syetan takkan berdiam diri setelah sebulan dibelenggu. Mereka akan segera merapatkan barisan. Kembali menggoda umat Islam.

Terserah kita mau memilih yang mana. Mengikuti ajakan syetan atau istiqamah dalam kebaikan. Tergoda rayuan syetan atau bertahan dalam kebajikan.

Syetan akan selalu menggoda manusia karena memang itulah misinya. Dedengkot para syetan, Iblis, telah berikrar di hadapan Allah untuk melakukan segala cara dalam menjerumuskan manusia. “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat),” kata Iblis diabadikan dalam surat Al-A’raf ayat 16 dan 17.

Dari segi usia dan pengalaman, syetan tentu semakin pandai berstrategi dalam menjerumuskan anak Adam. Tim syetan bahkan mungkin saja telah memiliki data lengkap kelemahan masing-masing kita sejak generasi nenek moyang kita. Dari data itu bisa terlihat di sisi mana kelemahan “genetik” kita. Lalu syetan menggunakan celah itu untuk kembali menggoda kita sebagaimana mereka menggoda generasi sebelumnya. Termasuk paska Ramadhan.

Maka dalam konteks inilah kita dihadapka pada fenomena, ternyata kebaikan selama Ramadhan begitu mudah lenyap tergoda oleh rayuan syetan durjana. Bukan saja orang awam, bahkan orang-orang yang tadinya shalih juga.

Namun demikian, ternyata iblis sendiri telah membocorkan bahwa ada golongan manusia yang tak bisa disesatkannya. “Demi kekuasaan Engkau,” kata Iblis kepada Allah yang diabadikan dalam surat Shad ayat 82 dan 83, “aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.” Dalam surat Al-Hijr, iblis juga menyampaikan rahasia ini.

Terkait dengan Ramadhan, salah satu tanda hamba yang mukhlasin seperti dalam dua surat itu adalah sikap istiqamah. Seorang hamba barulah mencapai derajat ikhlas jika ia tetap berada pada jalan yang lurus dan amal kebajikan, tanpa mempedulikan apakah bulan itu Ramadhan atau bukan. Maka, ia pun mempertahankan nilai-nilai Ramadhan dalam bulan-bulan lainnya.

“Maka istiqamahlah kamu, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Huud : 112)

Ketika menafsirkan ayat ini, Sayyid Quthb dalam Tafsir Fii Zhilalil Qur’an mengetengahkan hadits Nabi: “Sayyabathnii Huud” (Surat Hud telah membuat rambutku beruban). Sedangkan Ibnu Katsir meletakkan sabda Rasulullah tersebut di awal surat Huud ketika memberikan pengantar sebelum memulai tafsir surat tersebut. Itu karena istiqamah adalah hal yang sulit. Namun, bukankah tiada pilihan lain kecuali istiqamah. Atau, kita akan menjadi korban serangan syetan yang –bisa jadi- hari ini rapat untuk merapatkan barisan.

Allaahumma yaa muqallibal quluub, tsabbit quluubanaa ‘alaa diinik; Ya Allah, Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami pada agamaMu. [Muchlisin]

Minggu, 24 Juli 2011

Minggu, 24 Juli 2011

Mengapa harus mereka?



Bismillahirrahmanirrahim
Terkadang orang heran dan bertanya, kenapa harus mereka?
Yang bajunya panjang, tertutup rapat, dan malu-malu kalau berjalan..
Aku menjawab.. Karena mereka, lebih rela bangun pagi menyiapkan sarapan buat sang suami dibanding tidur bersama mimpi yang kebanyakan dilakukan oleh perempuan lain saat ini..
Ada juga yang bertanya, mengapa harus mereka?
Yang sama laki-laki-pun tak mau menyentuh, yang kalau berbicara ditundukkan pandangannya.. Bagaimana mereka bisa berbaur…
Aku menjawab.. Tahukah kalian.. bahwa hati mereka selalu terpaut kepada yang lemah, pada pengemis di jalanan, pada perempuan-perempuan renta yang tak lagi kuat menata hidup. Hidup mereka adalah sebuah totalitas untuk berkarya di hadapan-Nya.. Bersama dengan siapapun selama mendatangkan manfaat adalah kepribadian mereka.. Untuk itu, aku menjamin mereka kepadamu, bahwa kau takkan rugi memiliki mereka, kau takkan rugi dengan segala kesederhanaan, dan kau takkan rugi dengan semua kepolosan yang mereka miliki.. Hati yang bening dan jernih dari mereka telah membuat mereka menjadi seorang manusia sosial yang lebih utuh dari wanita di manapun..
Sering juga kudengar.. Mengapa harus mereka?
Yang tidak pernah mau punya cinta sebelum akad itu berlangsung, yang menghindar ketika sms-sms pengganggu dari para lelaki mulai berdatangan, yang selalu punya sejuta alasan untuk tidak berpacaran.. bagaimana mereka bisa romantis? bagaimana mereka punya pengalaman untuk menjaga cinta, apalagi jatuh cinta?
Aku menjawab..
Tahukah kamu.. bahwa cinta itu fitrah, karena ia fitrah maka kebeningannya harus selalu kita jaga. Fitrahnya cinta akan begitu mudah mengantarkan seseorang untuk memiliki kekuatan untuk berkorban, keberanian untuk melangkah, bahkan ketulusan untuk memberikan semua perhatian.
Namun, ada satu hal yang membedakan antara mereka dan wanita-wanita lainnya.. Mereka memiliki cinta yang suci untuk-Nya.. Mereka mencintaimu karena-Nya, berkorban untukmu karena-Nya, memberikan segenap kasihnya padamu juga karena-Nya… Itulah yang membedakan mereka..
Tak pernah sedetikpun mereka berpikir, bahwa mencintaimu karena fisikmu, mencintaimu karena kekayaanmu, mencintaimu karena keturunan keluargamu.. Cinta mereka murni.. bening.. suci.. hanya karena-Nya..
Kebeningan inilah yang membuat mereka berbeda… Mereka menjadi anggun, seperti permata-permata surga yang kemilaunya akan memberikan cahaya bagi dunia. Ketulusan dan kemurnian cinta mereka akan membuatmu menjadi lelaki paling bahagia..
Sering juga banyak yang bertanya.. mengapa harus mereka?
Yang lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca Al-Qur’an dibanding ke salon, yang lebih sering menghabiskan harinya dari kajian ke kajian dibanding jalan-jalan ke mall, yang sebagian besar waktu tertunaikan untuk hajat orang banyak, untuk dakwah, untuk perubahan bagi lingkungannya, dibanding kumpul-kumpul bersama teman sebaya mereka sambil berdiskusi yang tak penting. Bagaimana mereka merawat diri mereka? bagaimana mereka bisa menjadi wanita modern?
Aku menjawab..
Tahukah kamu, bahwa dengan seringnya mereka membaca al Qur’an maka memudahkan hati mereka untuk jauh dari dunia.. Jiwa yang tak pernah terpaut dengan dunia akan menghabiskan harinya untuk memperdalam cintanya pada Allah.. Mereka akan menjadi orang-orang yang lapang jiwanya, meski materi tak mencukupi mereka, mereka menjadi orang yang paling rela menerima pemberian suami, apapun bentuknya, karena dunia bukanlah tujuannya. Mereka akan dengan mudah menyisihkan sebagian rezekinya untuk kepentingan orang banyak dibanding menghabiskannya untuk diri sendiri. Kesucian ini, hanya akan dimiliki oleh mereka yang terbiasa dengan al Qur’an, terbiasa dengan majelis-majelis ilmu, terbiasa dengan rumah-Nya.
Jangan khawatir soal bagaimana mereka merawat dan menjaga diri… Mereka tahu bagaimana memperlakukan suami dan bagaimana bergaul di dalam sebuah keluarga kecil mereka. Mereka sadar dan memahami bahwa kecantikan fisik penghangat kebahagiaan, kebersihan jiwa dan nurani mereka selalu bersama dengan keinginan yang kuat untuk merawat diri mereka. Lalu apakah yang kau khawatirkan jika mereka telah memiliki semua kecantikan itu?
Dan jangan takut mereka akan ketinggalan zaman. Tahukah kamu bahwa kesehariannya selalu bersama dengan ilmu pengetahuan.. Mereka tangguh menjadi seorang pembelajar, mereka tidak gampang menyerah jika harus terbentur dengan kondisi akademik. Mereka adalah orang-orang yang tahu dengan sikap profesional dan bagaimana menjadi orang-orang yang siap untuk sebuah perubahan. Perubahan bagi mereka adalah sebuah keniscayaan, untuk itu mereka telah siap dan akan selalu siap bertransformasi menjadi wanita-wanita hebat yang akan memberikan senyum bagi dunia.
Dan sering sekali, orang tak puas.. dan terus bertanya.. mengapa harus mereka?
Pada akhirnya, akupun menjawab…
Keagungan, kebeningan, kesucian, dan semua keindahan tentang mereka, takkan mampu kau pahami sebelum kamu menjadi lelaki yang shalih seperti mereka..
Yang pandangannya terjaga.. yang lisannya bijaksana.. yang siap berkeringat untuk mencari nafkah, yang kuat berdiri menjadi seorang imam bagi sang permata mulia, yang tak kenal lelah untuk bersama-sama mengenal-Nya, yang siap membimbing mereka, mengarahkan mereka, hingga meluruskan khilaf mereka…
Kalian yang benar-benar hebat secara fisik, jiwa, dan iman-lah yang akan memiliki mereka. Mereka adalah bidadari-bidadari surga yang turun ke dunia, maka Allah takkan begitu mudah untuk memberikan kepadamu yang tak berarti di mata-Nya… Allah menjaga mereka untuk sosok-sosok hebat yang akan merubah dunia. Menyuruh mereka menunggu dan lebih bersabar agar bisa bersama dengan para syuhada sang penghuni surga… Menahan mereka untuk dipasangkan dengan mereka yang tidurnya adalah dakwah, yang waktunya adalah dakwah, yang kesehariannya tercurahkan untuk dakwah.. sebab mereka adalah wanita-wanita yang menisbahkan hidupnya untuk jalan perjuangan.
Allah mempersiapkan mereka untuk menemani sang pejuang yang sesungguhnya, yang bukan hanya indah lisannya.. namun juga menggetarkan lakunya.. Allah mempersiapkan mereka untuk sang pejuang yang malamnya tak pernah lalai untuk dekat dengan-Nya.. yang siangnya dihabiskan dengan berjuang untuk memperpanjang nafas Islam di bumi-Nya.. Allah mempersiapkan mereka untuk sang pejuang yang cintanya pada Allah melebihi kecintaan mereka kepada dunia.. yang akan rela berkorban, dan meninggalkan dunia selagi Allah tujuannya.. Yang cintanya takkan pernah habis meski semua isi bumi tak lagi berdamai kepadanya.. Allah telah mempersiapkan mereka untuk lelaki-lelaki shalih penghulu surga…
Seberat itukah?
Ya… Takkan mudah.. sebab surga itu tidak bisa diraih dengan hanya bermalas-malasan tanpa ada perjuangan…
Sumber: gadisberjilbab.tumblr.com

sdn

Redaksi

Terbit Sejak 28 Rajab 1432 H.
Diterbitkan oleh:
Departemen Media Forum Dienul Islam
SMK Negeri 1 Cimahi
Jl. Mahar Martanegara no. 48 Cimahi 40533, Jawa Barat
E : fdi_pembangunan@rocketmail.com
T : @fdismkn1cimahi
F : Sahabat Fdi
M: +628996075800

Headline

Akhwatzone