Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Jumat, 02 September 2011

Jumat, 02 September 2011

Syetan Merapatkan Barisan, Siap Kembali Menyerang


Konon, para syetan menggelar rapat di hari terakhir Ramadhan. Masih dalam kondisi terbelenggu, mereka melakukan konsolidasi menjelang dimulainya lagi operasi penyesatan yang akan berlangsung sebelas bulan.

“Ini adalah hari terakhir kita dibelenggu. Besuk kita akan terbebas untuk kembali menyerang orang-orang Islam. Selama satu bulan ini, mereka telah ditempa dengan tarbiyah Ilahiyah. Mungkin mereka akan menjadi lebih kuat. Mungkin mereka telah berubah laksana kepompong yang menjadi kupu-kupu indah. Namun kita tak boleh kalah. Kita tak boleh menyerah. Karena itu, kemukakan pendapat kalian,” Sang Jenderal syetan memulai rapat dan meminta pasukannya menyampaikan pendapat.

“Jenderal…,” pekik salah satu syetan, “kita semua di sini menjadi sangat kurus karena satu bulan dibelenggu. Kita tidak bisa makan bersama orang-orang yang makan tanpa berdoa, lalu kita menumpangi mereka.kita tak bisa ikut bersetubuh bersama orang yang berzina maupun suami istri yang melakukannya tanpa adab dan doa. Karenanya harus ada peningkatan semangat penyesatan. Sebagai manifestasi balas dendam dan ganti rugi kita selama sebulan.”

“Baik! Itu tambahan motivasi bagi kita. Adakah yang memiliki strategi baru atau usulan langkah teknis?” Sang Jenderal merespon usulan pasukannya itu.

“Saya, Jenderal!” kata syetan yang lain.
“Silahkan”
“Memang benar ada orang-orang yang nantinya berubah. Memang benar ada orang-orang yang berhasil bertahan dalam istiqamah. Ramadhan bagi mereka benar-benar menjadi barakah. Namun jumlahnya tidak banyak. Kita tak perlu khawatir, karena manusia yang tidak seperti itu jumlahnya jauh lebih banyak. Mereka hanya hebat di bulan Ramadhan. Hanya manusia ramadhani, bukan manusia rabbani. Karenanya, mereka akan mudah kita goda. Bahkan sejak hari pertama Ramadhan berlalu. Lihatlah nanti. Kata-kata saya pasti terbukti. Di hari pertama, akan saya giring orang-orang untuk berhari raya dengan pesta pora dan foya-foya. Akan saya bisikkan bahwa hari raya adalah hari kebebasan dari beban sebulan. Maka mereka akan merayakan Idul Fitri dengan musik, nyanyian dan bergoyang. Meskipun selama sebulan saya dan tim dibelenggu, hipnotis saya selama sebelas bulan telah mendarah daging. Dan saya mendengar manusia-manusia tipe ini hari ini telah menyiapkan tempat, menyebar publikasi, mendirikan panggung, mengundang artis, dan sebagainya. Hari pertama syawal mereka langsung akan bermaksiat. Artisnya bernyanyi dengan pakaian ketat. Musiknya berdendang dengan nada syahwat. Penontonnya akan terbius dalam imajinasi sesat. Ini bukan hanya kemenangan tim saya. Tapi kemenangan syetan seluruhnya!”

Tepuk tangan mengiringi pidato yang berapi-api ini. Wajah sang Jenderal tampak puas. Ia ingin mengomentari, tapi sebelum keluar sepatah kata. Syetan lain telah mendahuluinya.

“Saya juga telah menyiapkan rencana, Jenderal! Rencana ini tidak kalah destruktif dari rencana saudara kita tadi. Saya dan tim telah siap untuk menghidupkan kembali pos-pos kemaksiatan yang selama sebulan ini ditutup; lokalisasi, tempat-tempat judi, bar-bar, tempat karaoke, panti pijat plus, dan sejenisnya. Akan kita tanamkan kepada para pengelola agar mereka segera membuka tempat bisnisnya. Kalau tidak, tentu kerugian besar akan mereka alami dan itu berbahaya. Kalaupun pihak berwenang seakan-akan tidak mau mengizinkan, kita akan bisikkan kepada mereka untuk memberikan THR sebagai suap yang tidak kentara. Kita juga akan bisikkan pula kepada pihak berwenang agar membuka. Bukankah THR sudah diterima, dan kalau tetap ditutup dapat dari mana mereka tambahan penghasilan sebanyak itu? Tidak cukup itu. Dengan alasan yang sama, ekonomi, kita juga akan membisikkan pada para wanita yang menjajakan dirinya untuk kembali bekerja. Atau mereka hanya menjadi miskin di desa. Kalau perlu, kita bisikkan agar mereka menjadi agen kita. Turut merayu wanita lain melakukan pekerjaan yang sama. Lalu kepada para tamu, pelanggan, customer, atau apapun namanya, kita hembuskan hawa kerinduan kepada mereka. Kita bisikkan bahwa di bulan Syawal mereka telah bebas. Tentu ini juga kemenangan syetan seluruhnya!” syetan itu menutup pidatonya dengan kalimat yang hampir sama seperti pendahulunya. Tepuk tangan yang lebih meriah menggema.

“Dari tim kami, Jenderal,” lagi-lagi, sebelum sang jenderal menanggapi, syetan lain telah angkat bicara. Tampaknya mereka diliputi semangat baru dan antusiasme yang menggebu.

“Tim kami merencanakan sesuatu. Mungkin efeknya tidak sedestruktif tim I dan tim II. Tapi sasaran kami adalah orang-orang Islam yang kualitasnya di atas sebelumnya,” tampaknya intro syetan ini sangat menarik bagi sang jenderal.

“Bagaimana itu? Jelaskan! Jelaskan”
“Begini Jenderal. Kalau sasaran tim I dan tim II itu memang orang-orang yang sebelumnya ahli maksiat. Mereka berhenti bermaksiat di bulan Ramadhan terpaksa. Terpaksa oleh lingkungan. Terpaksa oleh suasana religi. Terpaksa oleh kesempatan. Mereka terkekang. Nafsu mereka terakumulasi dalam ruang kecil yang tekanannya makin hari makin besar. Begitu disulut di awal Syawal, mereka pun meledak. Sangat mudah menjadi bermaksiat dengan kemaksiatan yang lebih besar.”

“Penjelasanmu cukup ilmiah. Lanjutkan!”
“Bukan berarti kami menganggap kerja tim I dan tim II ringan. Tentu saja itu kerja bagus, Jenderal. Kami ikut mengapresiasi. Namun kami akan menyasar orang-orang yang bukan ahli maksiat. Bisa orang biasa. Bisa pula orang yang sangat shalih selama Ramadhan. Langkah kami begini. Pertama, pada waktu hari raya kami akan menggoda mereka agar berlebih-lebihan, terutama dalam hal makanan dan pengeluaran. Mereka akan banyak makan hingga kesabaran berpuasa selama satu bulan seakan tak lagi ada. Apalagi jika mereka berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lain seperti orang Indonesia yang halal bi halal. Mereka jadi banyak makan, bisa-bisa sampai kekenyangan. Ini jadi jebakan pertama. Efeknya, mereka akan malas beribadah. Apalagi kalau kami menanamkan bahwa silaturahim itu penting, shalat bisa ditunda. Waktunya panjang. Jadilah mereka berbeda dengan diri mereka saat Ramadhan. Dalam pengeluaran, mereka akan kami bisikkan bahwa di hari raya memang perlu royal. Kalau sudah begitu, mereka bisa cepat kehilangan banyak uang. Bahkan kekurangan. Sebagiannya akan terpaksa terjerat hutang. Lalu berefek pada ekonomi haram.

Tidak hanya berhenti di situ, salah satu detasemen khusus dalam tim kami juga akan menggoda orang-orang agar menganggap bahwa ibadah yang sungguh-sungguh efektif dilakukan di bulan Ramadhan. Di bulan yang lain biasa-biasa saja. Sungguh-sungguh lagi di bulan Ramadhan tahun berikutnya. Tentu akan kami kerahkan seluruh rayuan dan alasan. Akan kita sibukkan mereka dengan pekerjaan, istri, anak, dan seterusnya.” Tepuk tangan lebih gempita lagi mengiringi selesainya orasi tim III ini.

“Tim IV akan bekerja dalam domain harta dan kekuasaan. Selama Ramadhan, banyak orang yang tidak mau korupsi atau berbohong karena khawatir puasanya batal. Kita akan bisikkan bahwa alasan mereka sudah berakhir. Mereka sudah tak puasa dan semestinya mereka tidak sungkan-sungkan lagi untuk korupsi. Masalah taubat akan kita hembuskan, bahwa itu dilakukan nanti saat Ramadhan lagi…

Demikian seterusnya, seluruh tim menjelaskan rencananya untuk menggoda manusia, dari ahli maksiat hingga orang-orang shalih yang hebat. Dari rakyat jelata hingga penguasa. Dari orang miskin hingga yang kaya raya.

Rapat itu ditutup dengan kesimpulan dari sang jenderal. “Segala rencana ini akan berhasil jika secepatnya kita melakukan 5 A: Action, Action, Action, Action, dan Action!”

***

Cerita di atas hanyalah ilustrasi. Namun, demikianlah esensinya. Syetan takkan berdiam diri setelah sebulan dibelenggu. Mereka akan segera merapatkan barisan. Kembali menggoda umat Islam.

Terserah kita mau memilih yang mana. Mengikuti ajakan syetan atau istiqamah dalam kebaikan. Tergoda rayuan syetan atau bertahan dalam kebajikan.

Syetan akan selalu menggoda manusia karena memang itulah misinya. Dedengkot para syetan, Iblis, telah berikrar di hadapan Allah untuk melakukan segala cara dalam menjerumuskan manusia. “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat),” kata Iblis diabadikan dalam surat Al-A’raf ayat 16 dan 17.

Dari segi usia dan pengalaman, syetan tentu semakin pandai berstrategi dalam menjerumuskan anak Adam. Tim syetan bahkan mungkin saja telah memiliki data lengkap kelemahan masing-masing kita sejak generasi nenek moyang kita. Dari data itu bisa terlihat di sisi mana kelemahan “genetik” kita. Lalu syetan menggunakan celah itu untuk kembali menggoda kita sebagaimana mereka menggoda generasi sebelumnya. Termasuk paska Ramadhan.

Maka dalam konteks inilah kita dihadapka pada fenomena, ternyata kebaikan selama Ramadhan begitu mudah lenyap tergoda oleh rayuan syetan durjana. Bukan saja orang awam, bahkan orang-orang yang tadinya shalih juga.

Namun demikian, ternyata iblis sendiri telah membocorkan bahwa ada golongan manusia yang tak bisa disesatkannya. “Demi kekuasaan Engkau,” kata Iblis kepada Allah yang diabadikan dalam surat Shad ayat 82 dan 83, “aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.” Dalam surat Al-Hijr, iblis juga menyampaikan rahasia ini.

Terkait dengan Ramadhan, salah satu tanda hamba yang mukhlasin seperti dalam dua surat itu adalah sikap istiqamah. Seorang hamba barulah mencapai derajat ikhlas jika ia tetap berada pada jalan yang lurus dan amal kebajikan, tanpa mempedulikan apakah bulan itu Ramadhan atau bukan. Maka, ia pun mempertahankan nilai-nilai Ramadhan dalam bulan-bulan lainnya.

“Maka istiqamahlah kamu, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Huud : 112)

Ketika menafsirkan ayat ini, Sayyid Quthb dalam Tafsir Fii Zhilalil Qur’an mengetengahkan hadits Nabi: “Sayyabathnii Huud” (Surat Hud telah membuat rambutku beruban). Sedangkan Ibnu Katsir meletakkan sabda Rasulullah tersebut di awal surat Huud ketika memberikan pengantar sebelum memulai tafsir surat tersebut. Itu karena istiqamah adalah hal yang sulit. Namun, bukankah tiada pilihan lain kecuali istiqamah. Atau, kita akan menjadi korban serangan syetan yang –bisa jadi- hari ini rapat untuk merapatkan barisan.

Allaahumma yaa muqallibal quluub, tsabbit quluubanaa ‘alaa diinik; Ya Allah, Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami pada agamaMu. [Muchlisin]

0 komentar:

Posting Komentar

Redaksi

Terbit Sejak 28 Rajab 1432 H.
Diterbitkan oleh:
Departemen Media Forum Dienul Islam
SMK Negeri 1 Cimahi
Jl. Mahar Martanegara no. 48 Cimahi 40533, Jawa Barat
E : fdi_pembangunan@rocketmail.com
T : @fdismkn1cimahi
F : Sahabat Fdi
M: +628996075800

Headline

Akhwatzone